Jumat, April 01, 2011

Buat saudaraku Bagus Sujiwo atau Lupeng Magnum

Buat saudaraku Bagus Sujiwo atau Lupeng Magnum

Membaca bukumu “Takonology” bisa jadi aku belum katam. Apalagi membaca buku-bukumu yang lain. Lebih-lebih makalahmu tentang Jenius Writing ataupun catatan-catatan harianmu di beranda bukuraimu (Facebook).
Tetapi yang jelas, dengan bekal beberapa saat bertemu, bekerja bersama, dan meresapi semangat dari dirimu aku mencoba membuat sebuah catatan kecil yang semoga bisa berguna buatku (tentunya) dan buatmu saudaraku.
Yah aku mencoba membahas Takonology saja. Jika kata logy atau logos diartikan sebagai ilmu atau science maka masih memberikan ruang yang luas dan jalan yang panjang untuk perdebatan layak tidaknya ide-idemu disebut logos. Tetapi jika dipahami logy dalam takonologymu adalah tradisi, sebuah cara pandang, cara merenung atau cara memahami hidup ini, maka sebenarnya itu sudah cukup layak dijadikan logos.
Saudaraku, kamu sudah membangun kembali sebuah tradisi purba dari filsafat ilmu yang dibangun oleh para filsuf besar seperti Socrates, Plato dan lainnya dimana, bertanya atau bahasa Jawanya “takon” menjadi kunci awal dari sebuah perkembangan dan pembangunan diri manusia. Tentu kamu sudah membaca kisah Socrates yang terkenal itu atau kisah Abu Nawas yang selalu menyulitkan Harun Al Rasyid memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Bahkan Rasulullah SAW memenuhi langkah-langkah hidupnya dalam kerasulan juga dipenuhi dengan penuh tanya. Toh pada akhirnya, beliau mendapat jawaban “Bacalah” untuk menjawab itu semua. Tradisi itu begitu kuat dijalankan oleh Rasul SAW sehingga cukuplah dengan perintah “Bacalah” maka berbagai persoalan diajarkan oleh Allah kepada Nabi tercintanya. Tradisi inipun sudah dimulai dan dijalani oleh Ibrahim a.s. sebagai Bapak agama-agama sawami dengan tertatih-tatih mencari jawaban dengan membaca segala jawaban yang diberikan oleh Allah SWT melalui alam.
Kisah-kisah mulia tersebut jangan melupakan kita pada kisah Saridin (dan tokoh ini aku yakin sangat dekat dirimu dan budaya masyarakatmu). Tanpa mengurangi derajat dan kehormatan beliau, tetapi lihatlah bagaimana tradisi yang dijalani itu selalu mendapat perlawanan seperi dari Sunan Kudus atau yang lain.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Ibrahim bisa jadi ada kesamaan dengan yang dilakukan oleh Muhammad SAW, bisa juga berbeda dengan Saridin. Jawaban atau reaksi yang muncul juga tentu berbeda.
Kamu sudah berusaha untuk membangun sebuah tradisi dan mencoba menata itu semua dengan kemampuanmu dengan harapan menghasilkan struktur atau cara yang tepat agar berbuah dan berhasil. Dan itu semua sudah kamu buktikan melalui Jenius Writing.
Saudaraku, jujur saja, apa yang sudah kamu mulai bukan sesuatu yang remeh temeh, tetapi sebuah tradisi yang luar biasa. Kamu sudah menghidupkan kembali jalan atau tradisi para arifin. Seusai dengan konteks dan jaman yang kamu hadapi dan tentu kamu akan berusaha itu menjadi manfaat pada zamanmu dan bisa jadi kelak di kemudian hari.
Dengan catatan ini saudaraku, aku mengingatkan bahwa dengan apa yang kamu lakukan menunjukkan bahwa dirimu adalah orang besar. “orang itu dilihat dari apa yang diperbuat” itu kata-kata yang muncul dalam film Batman. Maka belajarlah dari pada pendahulumu yang sebagian sudah aku sebut tadi sebelumnya. Belajarlah dari keberhasilannya, ujiannya, kepayahannya.
Dengan catatan ini pula aku memberikan semangat kepadamu saudaraku, jangan ragu dan grogi. Mungkin di antara temanmu itu sudah menghasilkan best seller dan menghasilkan jutaan rupiah. Sekali lagi ingatlah bahwa yang kamu lakukan bukan sekedar membuat sesuatu yang layak jual dan benefit, jauh lebih dari itu yang kamu lakukan adalah membangun sebuah tradisi, sebuah peradaban. Apakah layak mengukur apa yang kamu lakukan dengan uang atau kesohoran belaka???
Selamat dan Sukses mengikuti konferensi NLP Indonesia.
Surabaya, 1 April 2011.
Sedolormu, Sururi Arumbani