Jumat, November 06, 2009

UNAS dan SMPTN

Mendiknas, M.Nuh mewacanakan mengintegrasikan SMPTN dengan UNAS SMA. Ide tersebut perlu mendapat apresiasi yang tinggi. Beberapa hal yang dapat dijadikan dasar pertimbangannya;(a) siswa kelas 12 (3) mempunyai beban dan harus mengikuti proses yang melelahkan untuk mencapai seleksi masuk perguruan tinggi negeri. UNAS dengan target-target yang dirasa berat,serta masih harus memikirkan SMPTN,(b) biaya yang menyertai proses tersebut tentu menjadi berat bagi orang tua,(c) standar yang masih terdikotomi, artinya lulus UNAS tidak menjadi jaminan masuk PTN, karena PTN mempunyai standar tersendiri. Jika UNAS tidak punya relevansi dengan masuk PTN, maka UNAS hanya menjadi beban siswa dan beban negara dari sisi anggaran,(d) ditemukan beberap fakta adanya kecurangan yang dilakukan oleh oknum guru untuk berjuang bagi muridnya agar lulus UNAS,sementara ketika SMPTN itu tidak bisa dilakukan. Artinya bisa terjadi siswa yang mendapat nilai UNAS tinggi tetapi tidak bisa lolos seleksi SMPTN. Tentu ini akan ironis dimata masyarakat.
Oleh karena usaha untuk mengintegrasikan sistem standarisasi kelulusan dan seleksi masuk perguruan tinggi perlu diapresisasi dan didorong segera terwujud. Sehingga diharapkan akan mampu menyeleksi siswa yang benar-benar layak masuk PTN, sekaligus layak memenuhi standar nasional kelulusan.
Semoga

Senin, Juni 29, 2009

SEKOLAH GRATIS


Anda tentu sering melihat iklan ini ditelevisi. Ya iklan sekolah gratis. Dan diharapkan semua masyarakat dapat sekolah gratis. Sekolah harus bisa (he he kok kaya bahasa iklannya SBY). Tapi benarkah kebijakan sekolah gratis tersebut merupakan kebijakan yang tepat atau harus diambil??

Kata gratis merupakan kata yang diperdebatkan. Sebagian berkata, "Ah, masak bisa sekolah gratis?". sedangkan yang lain, "Memang seharusnya sekolah gratis, kan semua uang dari rakyat?!". Bagi mereka pengelola sekolah, bergumam, "semakin berat saja, apa ya bisa pemerintah memenuhi semua kebutuhan sekolah?".

Berbagai komentar muncul beragam. Intinya ada yang setuju, ragu-ragu dan tidak setuju. Memang demikianlah setiap kebijakan akan menuai berbagai respon dan reaksi. Pemerintah memberikan layanan pendidikan yang merata kepada masyarakat adalah sebuah kewajiban. Terlebih dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ada program wajib belajar. Oleh karena wajib belajar, maka pemerintah wajib menyediakan pendidikan tersebut sehingga dapat diakses oleh semua lapisan. Dengan demikian sekolah gratis sebenarnya adalah bentuk semangat undang-undang tersebut. Namun demikian kebijakan atau program sekolah gratis (khususnya buat sekolah negeri, SD dan SMP) masih mengundang sejumlah pertanyaan.

Apakah pemerintah benar-benar sudah menghitung kebutuhan dan kemampuan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Tidak murah dan mudah menyediakan berbagai kebutuhan sekolah SD dan SMP negeri di seluruh Indonesia. Berapa anggaran untuk itu semua? Sekarang saja masih sering ditemukan pembayaran gaji di daerah-daerah terlambat atau pembayaran tunjangan sertifikasi yang molor. Sungguh sekolah gratis..tis sulit dengan dasar pertimbangan ekonomi biaya tersebut.

Persoalan kedua adalah efek atau dampak yang tidak sengaja (unintended), baik bagi sekolah swasta maupun bagi masyarakat atau bahkan bagi kualitas pendidikan kita. Sekolah swasta juga merupakan lembaga yang berjasa dalam mencerdaskan bangsa. Selama ini mereka dengan segala kemampuannya memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Ada yang bagus, biasa, sangat bagus dan kurang bagus. Bila kebijakan tersebut diterapkan, maka sekolah-sekolah swasta yang biasa-biasa saja bisa ditutup, karena tidak ada peminat. Atau mereka akan menjadi sasaran reaksi masyarakat karena pemahaman tentang "sekolah gratis". Di sisi lain, dengan gratis tentu saya ragu bisa menghasilkan kualitas yang baik. Jer basuki mowo beo. Jika gratis tis, tentu akan berdampak psikologis. "Wong sekolah gratis saja kok...ndak usah serius". Kalau sebaliknya, "mumpung gratis ya sekolah yang bener,". Kesannya adalah menjadi murahan sekolah kita ini.

Dari semua itu, yang penting adalah; jangan sampai masyarakat tersesat dengan kata-kata "GRATIS", kedua pemerintah perlu memikirkan biaya ekonomis serta dampak yang sebenarnya merupakan biaya yang harus ditanggung oleh semua pihak.

Sekolah gratis ..tis? Susah deh...

Sabtu, Juni 27, 2009

Soal Penerimaan Siswa Baru


Surabaya. Dengan sistem pendaftaran siswa baru secara online, di satu sisi berusaha untuk menyederhanakan proses serta mempersingkat pekerjaan yang sebelumnya bisa lama. Tetapi pada nyatanya itu masih belum bisa terwujud. Akibat melebihinya jumlah pendaftar online, maka jaringan menjadi over, sehingga tidak bisa berjalan lancar. Pendaftaran manual akhirnya dilakukan. Dan itu juga menambah waktu menjadi lebih lama lagi, karena diundur. Dus apa yang menjadi sasaran program PSB online tidak tercapai. Keserdahanaan yang dikehendaki tidak terwujud, karena toh pada akhirnya cara manual tetap dilakukan atau tidak banyak orang tua atau siswa yang akrab dengan internet. Tujaun mempersingkat nyatanya menjadi lama, karena waktunya ditunda akibat gagal sistem yang diterapkan.
Persoalan utamanya selalu berkisar pada dua hal tersebut. Soal ovrload seharusnya sudah diantisipasi jauh-jauh hari, karena itu pasti terjadi. Bandingkan ketika psb-online running pada hari biasa, lancar sekali, tetapi ketika saat pendaftaran pasti berjubel pengguna ingin masuk. Dan itu jelas bisa diduga atau di"pastikan".
Demikian pula soal keakraban. Bisa sebaliknya semakin tahun semakin meningkat keakraban masyarakat dengan internet. Dus makin banyak saja yang berusaha mengakses pendaftaran melalui internet. Jadi sebenarnya sederhana, bagaimana mengatasi masalah overload tersebut pada saat-saat pendaftaran saja? sedangkan ketika tidak pendaftaran, jadi cepat sekali aksesnya. Mudah bukan? Tapi sulit rasanya dilakukan perubahan.

Silakan Bergabung

Anda peduli dengan pendidikan ? dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah ? mari kita berdiskusi saling bertukar wawasan, informasi. Semoga bermanfaat bagi kita semua.